Senin, 07 Maret 2011

Renungan Jumat


AKAR KEMAKMURAN SEBUAH BANGSA
Oleh : Ahmad Amarullah, M. Pd


Kita seringkali mendengar janji para pejabat, para penguasa atau kepala-kepala negara yang acapkali menjanjikan sebuah kemakmuran bagai masyarakat yang dipimpinnya dengan berbagai program dan kebijakan untuk mencapainya. Lantas mengangkat para menteri, ilmuwan hingga cendekiawan yang dianggap ahli, kompeten serta menguasai berbagai ilmu yang diharapkan dapat menjamin terciptanya kemakmuran untuk semua orang tanpa terkecuali.
Namun apa yang terjadi kemudian?! Janji para pemimpin itu tinggallah janji, para menterinya seperti tak berdaya mewujudkan kesejahteraan yang dimpi-impikan. Alih-alih kemakmuran yang diwujudkan, rakyat malah dihadapkan pada kesulitan memperoleh pekerjaan, harga-harga malangit dan anak-anak bangsanya didera busung lapar ataupun gizi buruk karena kekurangan bahan pangan. Padahal negerinya berlimpah kekayaan alam, tanahnya subur bahkan tongkat kering saja yang ditancap bisa menjadi tanaman.
Banyak orang yang menduga bahwa kemakmuran dan kesejahteraan merupakan akibat dari kesuburan alam. Semakin subur alam suatu negeri, maka akan semakin makmur dan sejahtera masyarakatnya. Pendapat ini boleh jadi benar, tetapi bukan berarti tidak ada salahnya. Dalam realitas kehidupan dewasa ini, banyak kita saksikan negeri-negeri dan daerah-daerah yang subur kemudian masyarakatnya juga beroeh kemakmuran dan sejahtera, tetapi ada pula negeri dan daerah yang tidak subur rakyatnya makmur dan sejahtera kehidupannya.
Sebaliknya, acapkali juga kita mendengar negeri-negeri dan daerah yang subur alamnya namun rakyatnya justru miskin, kemakmuran dan kesejahteraan hanya dimiliki oleh kelompok-kelompok tertentu, sementara khalayak kebanyakan justru terjerembab dalam jurang kemiskinan. Kalau kita mau merujuk kepada pesan-pesan Allah SWT dalam Al-Qur’an, maka akar dari terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran sesungguhnya adalah perilaku yang baik. Hal ini sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an dalam QS. An-Nahl ayat 112 disebutkan, ”Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman dan tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah ; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat” (QS. 16 An-Nahl 112).
Sementara dalam sebuah hadits, yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda, bersabda : “(Ada) lima perbuatan (yang akan mengakibatkan) lima kesengsaraan (dalam masyarakat): pertama, ketika suatu bangsa mudah mengingkari janji, mereka akan dikendalikan oleh musuh-musuhnya. Kedua, jika mereka berhukum kepada sesuatu yang bukan diturunkan Allah, akan tersebar kekafiran. Ketiga, jika merajalela perilaku perzinahan, akan merajalela pula penyakit yang membawa kematian. Keempat, ketika mereka mempermainkan takaran / timbangan atau kwalitas suatu barang, akan diturunkan disiksa dengan kemarau panjang, dan kelima, tidaklah mereka mengeluarkan zakat, kecuali akan dihambat turunnya hujan yang membawa keberkahan” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
Dengan demikian, walaupun negerinya subur, tetapi pemimpin dan rakyat­nya durhaka, maka yang terjadi adalah kehancuran dan keterpurukan. Sebaliknya, dengan keimanan dan ketaqwaan yang tercermin perilaku keseharian, akan menyebabkan turunnya keberkahan. Dalam kaitan ini, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an :“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. 7 Al-‘Araf 96).
Perilaku yang baik ini, yang harus dimiliki oleh masyarakat dan bangsa, terutama para pemimpinnya ada­lah amanah, jujur dan terpercaya. Di samping memiliki keahlian dalam bidangnya masing-masing. Orang yang amanah pasti akan mendapatkan rizki dan kesejahteraan dalam hidupnya. Sebaliknya, khianat, culas dan korup akan melahirkan kefakiran. Dalam sejarah Islam pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz yang tidak lama, hanya + 22 bulan, ternyata tidak ada orang yang menjadi mustahiq zakat dengan sebab kejujuran dan keadilan dalam segala bidang yang dilakukan oleh beliau dan pemerintahannya.
Amanah dan profesionalisme akan menumbuhkan etos kerja yang tinggi; Akan menumbuhkan etika kerja yang kuat; Akan menyebabkan orang berlomba-lomba dalam mempersembahkan yang terbaik dan akan menyebabkan tumbuhnya ta’awun dan rasa solidaritas sosial yang tinggi antara sesama anggota masyarakat. Kalau sudah begitu, maka akan lahirlah masyarakat yang adil, masyarakat yang makmur, dan masyarakat yang sejahtera di bawah naungan ridha Ilahi

Tidak ada komentar: